MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA— Dalam acara Pengajian Online Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya pada (13/6), Haedar Nashir mengatakan, silaturahmi harus melahirkan sesuatu yang baik atau amal saleh.
Aktualisasi amal saleh di masa pandemi menurutnya dapat dirupakan dalam bentuk solidaritas, serta patuh protokol kesehatan, dan dengan sadar meletakkan musibah ini sebagai takdir Allah SWT.
Menurutnya, menjaga protokol kesehatan juga menjadi bentuk silaturahmi yang pro-aktif. Bahkan tindakan sesuai dengan protokol kesehatan bisa digolongkan sebagai infak-shadakah bagi yang lain. Tindakan ini lahir dari semangat amal saleh positif dari jiwa agama.
Haedar Nashir meneruskan, dengan amal saleh kehidupan menjadi lebih baik. Ketua Umum PP Muhammadiyah ini menjelaskan, amal saleh itu banyak jenisnya. Misalnya dalam bidang akademik, menghidupkan ilmu sebagai amal saleh adalah ilmu untuk mencerahkan masyarakat.
“Maka silahkan laki-laki dan perempuan saling berfastabikhul khairat untuk membangun kehidupan berlandaskan iman dan amal saleh. Dan itu juga harus didinamisasi dengan silaturahim,” imbuh Haedar.
Pada kesempatan ini Haedar Nashir juga mengajak kepada khalayak, termasuk warganet untuk menjadikan media sosial sebagai wadah silaturahmi. Karena banyak ditemui, pemilikan media sosial malah sering digunakan sebagai alat untuk mendistribusikan kemarahan dan sikap saling merendahkan.
“Dengan demikian ilmu, amal saleh bisa jadi alat kita untuk membangun kehidupan yang baik. Kalau ingin lebih jauh lagi, silaruhami harus kita aktualisasikan untuk membangun kehidupan yang lebih berkeadaban dan berkemajuan,” katanya.
Ketika orang lain telah menggunakan media online untuk berbisnis dan kegiatan-kegiatan yang positif-produktif, jangan sampai umat muslim malah sibuk dengan menyebarkan ujaran kebencian. Berkaca dari itu, Haedar berharap kepada generasi muda kaum muslim bisa diarahkan menggunakan media lebih produktif dan berkeadaban.
Dalam survey Digital Civility Index (DCI) untuk mengukur tingkat kesopanan digital global, Indonesia menduduki peringkat paling bawah di kawasan Asia tenggara. Dari survei ini, kata Haedar, menunjukkan bahwa akhlak, moral, dan etika tidak teraktualisasi menjadi keadaban publik.